Rabu, 02 Juli 2014

Makalah Bani Umayyah 2



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah telah menuliskan, bahwa pada masa yang silam kemajuan peradaban manusia terjadi pada masa kekuasaan Islam di hampir semua belahan dunia. Disaat di Eropa sedang berada dalam masa kegelapan (the darkness), di dunia Islam sendiri sedang berada dalam masa kejayaan. Baghdad dan Cordova merupakan salah satu bukti betapa tinggi dan majunya peradaban Islam pada masa itu. Pada masa kekuasaan Khalifah Bani Umayyah al Muntashir di Andaluisa, selain istana-istana yang megah, jalan-jalan sudah diperkeras dan diberi penerangan pada malam hari, padahal pada saat itu di London hampir tidak ada satupun lentera yang menerangi jalan, dan di Paris di musim hujan lumpur bisa mencapai mata kaki.

Dari sisi ilmu pengetahuan, tidak hanya dari kalangan muslim sendiri, orang-orang barat pun telah mengakui, bahwa sebagian besar dasar-dasar ilmu pengetahuan di lahirkan oleh para ilmuwan muslim. Begitu pula dengan masa kebangkitan Eropa yang tidak lepas dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, dimana para pelajar-pelajar dari Eropa telah dikirim ke Baghdad dan Cordova untuk menggali ilmu pengetahuan di sana. Di bidang-bidang ilmu keIslaman, perkembangan sastra dan bahasa Arab secara meluas terjadi pada masa Umayyah. Selain itu lahir pula ulama-ulama besar.
Oleh karena itu, meneliti kembali sejarah Bani Umayyah menjadi penting adanya, sebab peradaban masa kini merupakan bagian dari rantai sejarah yang tidak putus dan dengan meneliti dan memahami sejarah peradaban Islam pada masa Bani Umayyah II di Andalusia kita akan dapat memetakan rentetan sejarah peradaban Islam yang merupakan bagian dari rantai evolusi hingga masa kini.

1.2 Rumusan Masalah
a)      Sejarah terbentuk nya Dinasti Umayyah II di Andalusia ?
b)     Masa pemerintahan Dinasti Umayyah Spanyol ?
c)      Penduduk di Andalusia ?
d)     Pusat-pusat Pendidikan Islam ?
e)      Kemajuan peradaban Bani Umayyah Spanyol ?
f)       Runtuhnya  Bani Umayyah Spanyol ?
g)      Pengaruh peradaban Islam di Eropa ?


1.3 Tujuan
a)      Mengetahui Sejarah peradaban Islam pada masa Umayyah II di Andalusia.
b)     Memperluas wawasan tentang kemajuan-kemajuan peradaban Islam.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah terbentuknya dinasti Umayyah Spanyol
Spanyol/Andalusia di kuasai oleh umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M) salah seorang khalifah Daulah Umayah yang berpusat di Damaskus[1]. Bani Umayyah merebut Spanyol dari bangsa Gothia pada masa khalifah al Walid ibn ‘Abd al Malik (86-96/705-715). Penaklukan Spanyol diawali dengan pengiriman 500 orang tentara muslim dibawah pimpinan Tarif ibn Malik pada tahun 91/710. Pengiriman pasukan Tarif dilakukan atas undangan salah satu raja Gothia Barat, dimana salah satu putri ratu Julian yang sedang belajar di Toledo (ibu kota Visigoth) telah diperkosa oleh raja Roderick. Karena kemarahan dan kekecewaannya, umat Islam diminta untuk membantu melawan raja Roderick. Pasukan Tarifa mendarat di sebuah tempat yang kemudian diberi nama Tarifa. Ekspedisi ini berhasil, dan Tarifa kembali ke Afrika Utara dengan membawa banyak Ghanimah. Musa ibn Nushair, Gubernur Jenderal al Maghrib di Afrika Utara pada masa itu, kemudian mengirimkan 7000 orang tentara di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. Ekspedisi II ini mendarat di bukit karang Giblartar (Jabal al Thariq) pada tahun 92/711. Sehubungan Tentara Gothia yang akan dihadapi berjumlah 100.000 orang, maka Musa Ibn Nushair menambah pasukan Thariq menjadi 12.000 orang[2].
Pertempuran pecah di dekat muara sungai Salado (Lagund Janda) pada bulan Ramadhan 92/19 Juli 711. Pertempuran ini mengawali kemenangan Thariq dalam pertempuran-pertempuran berikutnya, sampai akhirnya ibu kota Gothia Barat yang bernama Toledo dapat direbut pada bulan September tahun itu juga. Bulan Juni 712 Musa ibn Nushair berangkat ke Andalusia membawa 18.000 orang tentara dan menyerang kota-kota yang belum ditaklukan oleh Thariq sampai pada bulan Juni tahun berikutnya. Di kota kecil Talavera Thariq menyerahkan kepemimpinan kepada Musa, dan pada saat itu pula Musa mengumumkan bahwa Andalusia menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Penaklukan Islam di Andaluisa oleh Thariq hampir meliputi seluruh wilayah bagiannya, keberhasilannya tidak terlepas dari bantuan Musa ibn Al Nushair[3].
Ketika Daulah Bani Umayyah Damaskus runtuh pada tahun 132/750, Andalusia menjadi salah satu provinsi dari Daulah Bani Abbas. Salah satu pangeran Dinasti Umayyah yang bernama Abd al Rahman ibn Mu’awwuyah, cucu khalifah Umawiyah kesepuluh Hisyam Ibn Abd al Malik berhasil melarikan diri dari kejaran-kejaran orang-orang Abbasiyah setelah runtuhnya pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus dan menginjakan kaki di Spanyol. Atas keberhasilannya meloloskan diri ia diberi gelar al Dakhil.
Keberhasilan pemuda 21 tahun itu, merupakan sejarah menarik dalam sejarah peradaban islam. Dalam pengepungan yang dilakukan oleh pengikut Abbasyiah, ia berhasil lolos dan bersembunyi dirumah seorang arab badui ditepi sungai Euffart, akan tetapi para pengepung itu muncul dekat dengan tempat persenbunyiannya lalu Abdurrahman mencuburkan diri kesungai dan selamat sampai keseberang. Lolos dari pengepungan itu Abdurrahman ke Spanyol setelah melewati Palestina, Mesir, dan Afrika Utara selama 5 tahun, tetapi ketika di Afrika Utara ia hampir dibunuh oleh gubernur setempat.
Kedatangan Abdurrahman di bumi Spanyol disambut baik oleh penduduk di beberapa kota di bagian selatan, dan menjadikannya sebagai penguasa mereka. Misalnya, Sidona dan Sevilla. Akan tetapi ada juga penguasa yang tidak menyukai kedatangan abdurrahman yaitu Yusuf ibn Rahman Al-fihri, gubernur Spanyol (Andalusia) waktu itu. Ketika Abdurrahman dan pengikutnya ke Coedoba. Yusuf al-fihri mempersiapkan pasukannya untuk menghadang Abdurrahman, dan kedua pasukan ini bertemu di Bakkah.
Pada tahun 138/756 al Dakhil berhasil menyingkirkan Yusuf ibn Abd al rahman al Fihri yang menyatakan diri tunduk kepada dinasti Bani Abbas, dan sejak saat itu ia memporklamirkan bahwa Spanyol lepas dari kekuasaan Dinasti Bani Abbas. Al Dakhil memproklamirkan diri sebagai khalifah dengan gelar amir al mu’minin. Sejak saat itulah babak kedua kekuasan Dinasti Ummayah dimulai. Pemerintahan Bani Umayyah Spanyol (Bani Umayyah II) merupakan pemerintahan pertama yang memisahkan diri dari dunia pemerintahan Islam Dinasti Abbasiyah. Pendirinya adalah Abdurrahman ad Dakhil bin Mu’awiyah bin Hisyam bin Abd Malik al Umawi.
 Karena pengaruhnya semakin besar dan keadaan berada dibawah kendalinya, maka Abu ja’far al Manshur ( kholifah kedua bani abbasiyah) mengirimkan pasukannya beberapa kali untuk mengalahkan Abdurrahman. Namun, usahanya untuk mengalahkan Abdurrahman selalu tidak berhasil. Karena itulah, dia memberinya gelar “Shaqr Quraisy” karena dia sangat kagum padanya dan akhirnya berhenti memeranginya.
Dengan demikian, maka dimulailah peradaban Islam baru di Spanyol yang dinamakan Dinasti Umayyah Spanyol (Umayyah II)

2.2  Masa pemerintahan Umayyah Spanyol
Diantara khalifah - khalifah Umayyah II yang terkemuka diantaranya:
*      Abdurrahman ad Dakhil (755-788 M)
*      Al Hakam bin Hisyam (796-821 M)
*      Abdurrahman ibnul Hakam (821-852 M)
*      Muhammad bin Abdurrahman (852-886 M)
*      Abdullah bin Muhammad (889-912 M)
*      Abdurrahman bin Muhammad (912-961 M)

Al Dakhil berhasil meletakan sendi dasar yang kokoh bagi tegaknya Daulah bani Umayyah II di Spanyol. Pusat kekuasan Umayyah di Spanyol dipusatkan di Cordova sebagai ibu kotanya. Al Dakhil berkuasa selama 32 tahun, dan selama masa kekuasaannya ia berhasil mengatasi berbagai masalah dan ancaman, baik pemberontakan dari dalam maupun serangan musuh dari luar. Ketangguhan al Dakhil sangat disegani dan ditakuti, karenanya ia dijuliki sebagai Rajawali Quraisy. Pada masa didirikannya dinasti Umayyah II ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan baik dibidang politik maupun bidang peradaban. Abd al-Rahman al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd al-Rahman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman al-Ausath. Bani Umayyah II mencapai puncak kejayaannya pada masa al Nashir dan kekuasaannya masih tetap dapat dipertahankan hingga masa kepemimpinan Hakam II al Muntashir (350-366/961-976).
Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesahidan (Martyrdom)[4]. Gangguan politik yang paling serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu sejumlah orang yang tak puas membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih sering terjadi[5].
Namun ada yang berpendapat pada masa ini dibagi menjadi dua yaitu masa KeAmiran (755-912) dan masa ke Khalifahan (912-1013)[6]. Jadi Gelar yang digunakan pada masa dinasti ini adalah Amîr, dan ini tetap dipertahankan oleh penerusnya sampai awal pemerintahan amir kedelapan Abd al Rahman III (300-350/912-961). Proklamasi Khilafah Fathimiyyah di Ifriqiyah (297/909, serta merosotnya kekuatan Daulah Abasiyyah sepeninggal al Mutawakkil (232-247/847-861) mendorong Abd al rahman III untuk memproklamasikan diri sebagai khalifah dan bergelar amîr al mu’minîn.[7] Ia juga menambahkan gelar al Nashir dibelakang namanya mengikuti tradisi dua khalifah lainnya. Jadi penggunaan khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Muktadir, Khalifah daulah Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilainnya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah gelar ini dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada masa ini ada tiga orang yaitu Abd al-Rahman al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M). 
    Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Abd al-Rahman al-Nasir mendirikan universitas Cordova
    Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu. 
Kekuasaan Umayyah mulai menurun setelah al Muntashiru wafat. Ia digantikan oleh putera mahkota Hisyam II yang beru berusia 10 tahun. Hisyam II dinobatkan menjadi khalifah dengan gelar al Mu’ayyad. Muhammad ibn Abi Abi Amir al Qahthani yang merupakan hakim Agung pada masa al Muntashir berhasil mengambil alih seluruh kekuasaan dan menempatkan khalifah dibawah pengaruhnya. ia memaklumkan dirinya sebagai al Malik al Manshur Billah (366-393/976-1003) dan ia terkenal dalam sejarah dengan sebutan Hajib al Manshur.
Kekuasaan Hakim Agung al Manshur diteruskan oleh Abd al Malik ibn Muhammad yang bergelar al Malik al Mudhaffar (393-399/1003-1009). Pada masa selanjutnya al Mudhaffar digantikan oleh Abd al rahman ibn Muhammad yang bergelar al Malik al Nashir li Dinillah (399/1009) dan sejak saat itu kestabilan politik Umayyah mulai merosot dengan terjadinya berbegai kemelut di dalam negeri yang akhirnya meruntuhkan dinasti Umayyah.
Keruntuhan Bani Umyyah diawali dengan pemecatan al Mu’ayyad sebagai khalifah oleh sejumlah pemuka-pemuka Bani Umayyah. Kemudia para pemuka tersebut bersedia mengangkat al Nashir sebagai khalifah. Akan tetapi pada kenyataanya dengan turunnya al Mu’ayyad perebutan kursi khilafah menjadi tidak bias dihindari. Dalam tempo 22 tahun terjadi 14 kali pergantian khalifah, yang umumnya melalui kudeta, dan lima orang khalifah diantaranya naik tahta dua kali. Daulah Umawiyah akhirnya runtuh ketika Khalifah Hisyam III ibn Muhammad III yang bergelar al Mu’tadhi (418-422/1027-1031) disingkirkan oleh sekelompok angkatan bersenajata.

2.3  Komposisi Penduduk
Penduduk Andalusia terdiri dari banyak unsur, antara lain Arab, Barbar, spanyol, Yahudi dan Slavia. Bangsa Arab dan Barbar datang ke daratan ini sejak masa penaklukan. orang-orang Arab ini terdiri dari dua kelompok besar, yaitu keturunan Arab utara atau suku Mudlari dan keturunan Arab Selatan atau suku . Yamani. Kebanyakan orang Mudlari tinggal di roledo, Saragossa, Sevilla dan valencia, sedangkan orang-orang yamani banyak bermukim di Granada, cordova, sevilla, Murcia dan Badajoz. orang-orang Barbar  banyak ditempatkan di daerah-daerah perbukitan yang kering dan tandus di bagian utara negeri ini, berhadapan dengan. basis-basis kekuatan Nasrani, padahal pada saat yang sama orang-orang Arab menempati lembah-lembah subur yang jauh dari ancaman kelompok-kelompok gerilya orang-orang salib itu. oleh karena itu, wajar apabila dalam beberapa kerusuhan yang timbul  salah satu penyebabnya berakar pada kemarahan orang-orang Barbar  yang semakin meluas terhadap penguasa Arab yang diskriminatif .  Ketidakpuasan orang Barbar ini mereda ketika al- Nashir berkuasa, namun kekecewaan mereka muncul kembali sepeninggal al- Manshur bin Abi Amir.
Penduduk keturunan Spanyol terdiri dari:
a)      kelompok yang telah memeluk Islam.
b)      kelompok yang tetap pada keyakinannya tapi meniru adat kebiasaan bangsa Arab, baik dalam bertingkah laku maupun bertutur kata: mereka dikenal dengan sebutan Musta’ribah
c)      kelompok yang tetap berpegang teguh pada agamanya semula dan warisan budaya nenek moyangnya.
Tidak sedikit pemeluk agama Nasrani yang menjadi pejabat sipil maupun militer dan ada pula yang bertugas sebagai pemungut pajak. Sebagaimana umat Nasrani, bangsa Yahudi pun menikmati kebebasan beragama yang cukup luas di bawah kekuasaan Bani Umayyah II ini. Kelompok lain yang tidak kalah penting dalam kehidupan politik dan sosial budaya di Andalusia adalah golongan Slavia. Ketika al-Nashir menyadari bahwa semangat kesukuan Arab yang berlebihan merupakan sumber perpecahan dan persengketaan, ia melimpahkan kepercayaan kepada kelompok budak itu untuk dijadikan pengawal di istananya. Mereka dididik dalam bidang kemiliteran dan diangkat menjadi tentara pemerintah. Menurut al-Maqarri jumlah mereka di istana al-zahra pada waktu itu mencapai 3750 orang. Ketika al-Manshur memberi kepercayaan yang lebih besar lagi kepada orang Barbar, orang Slavia tersingkir dari istana. Oleh karena itu, kelompok ini segera terlibatdalam pemberontakan tidak lama setelah al-Manshur wafat.[8]
2.4  Pusat-pusat Pendidikan Islam
Pada masa Dinasti Umayyah. Islam telah tersebar keberbagai daerah di luar Saudi Arabiah, seperti Syiria (Syam), Irak, Iran, Mesir, Magribi (Maroko) dan telah sampai juga di Andalusia (Spanyol) tahun 711 M. Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut bersama-sama tentara Islam.
Dengan tersebarnya Islam keberbagai daerah tersebut, maka timbul pulahlah pusat-pusat pendidikan Islam, antara lain :
*      Madrasah Makkah
Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra. Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh negeri Islam.
*      Madrasah Madinah
Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka. Seperti Abu Bakar, Umar bin Khatthab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, dan lain-lain.
*      Madrasah Basrah
Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.
*      Madrasah Kufah
Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud. Bahkan mereka pergi ke Madinah.
*      Madrasah Damsyik (Syam)
Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib dan Andalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh mazhab Syafi’I dan Malik.
*      Madrasah Fistat (Mesir)
Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir lama). Ia ahli hadis dengan arti kata yang sebenarnya. Karena ia bukan saja menghafal hadis-hadis yang didengarnya dari Nabi S.A.W., melainkan juga dituliskannya dalam buku catatan, sehingga ia tidak lupa atau khilaf meriwayatkan hadis-hadis itu kepada murid-muridnya. Oleh karena itu banyak sahabat dan tabi’in meriwayatkan hadis-hadis dari padanya.[9]

2.5 Eksistensi bani Umayyah Spanyol
Ø  Kemajuan Peradaban Dinasti Umayyah II
Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks. Diantara kemajuan tersebut diantaranya:
a)      Kemajuan Intelektual.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol[10]. Perkembangan tersebut meliputi:
                               I.            Filsafat.
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd al-Rahman (832-886 M). 
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Tokoh utama yang kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asa, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Rusyd dari Cordova[11]
. la lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama.
Pada abad ke 12 diterjemahkan buku Al-Qanun karya Ibnu Sina (Avicenne) mengenai kedokteran. Diahir abad ke-13 diterjemahkan pula buku Al-Hawi karya Razi yang lebih luas dan lebih tebal dari Al-Qanun[12]. Ibnu Rusyd memiliki sikap realisme, rasionalisme, positivisme ilmiah Aristotelian. Sikap skeptis terhadap mistisisme adalah basis di mana ia menyerang filsafat Al-Ghazali.[13]



                            II.            Sains.
Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu.[14] Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. la dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. la juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm Al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan Al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita. Dan Fisika. Kitab Mizanul Hikmah (The Scale of Wisdom), ditulis oleh Abdul Rahman al-Khazini pada tahun 1121, adalah satu karya fundamental dalam ilmu fisika di Abad Pertengahan, mewujudkan “tabel berat jenis benda cair dan padat dan berbagai teori dan kenyataan yang berhubungan dengan fisika.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Bathuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudra Pasai dan Cina. Ibn Khaldun (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dart Tum adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol yang kemudian pindah ke Afrika. 
                         III.            Fiqih.
Dalam bidang fikih, Spanyol dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Yang memperkenalkan mazhab ini disana adalah Ziyad ibn Abd al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pad masa Hisyam ibn Abd al-Rahman. Ahli-ahli fikih lainnya yaitu Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal.[15]
                         IV.            Musik dan kesenian.
Seni musik Andalusia berkembang dengan datangnya Hasan ibn Nafi’ yang lebih dikenal dengan panggilan Ziryab. Ia adalah seorang maula dari Irak, murid Ishaq al Maushuli seorang musisi dan biduan kenamaan di istana Harun al Rasyid. Ziryab tiba di Cordova pada tahun pertama pemerintahan Abd al Rahman II al Autsath. Keahliannya dalam seni musik dan tarik suara berpengaruh hingga masa sekarang. Hasan ibn Nafi’ dianggap sebagai peketak pertama dasar dari musik Spanyol modern. Ialah yang memperkenalkan notasi do-re-mi-fa-so-la-si. Notasi tersebut berasal dari huruf Arab. Studi-studi musikal Islam, seperti telah diprakarsai oleh para teoritikus al-Kindi, Avicenna dan Farabi, telah diterjemahkan ke bahasa Hebrew dan Latin sampai periode pencerahan Eropa. Banyak penulis-penulis dan musikolog Barat setelah tahun 1200, Gundi Salvus, Robert Kilwardi, Ramon Lull, Adam de Fulda, dan George Reish dan Iain-lain, menunjuk kepada terjemahan Latin dari tulisan-tulisan musikal Farabi. Dua bukunya yang paling sering disebut adalah De Scientiis dan De Ortu Scientiarum.
                            V.            Bahasa dan sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomor duakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al-Gharnathi.
Pada permulaan abad IX M bahasa Arab sudah menjadi bahasa resmi di Andalusia. Pada waktu itu seorang pendeta dari Sevilla menerjemahkan Taurat kedalam bahasa Arab, karena hanya bahasa Arab yang dapat dimengerti oleh murid-muridnya untuk memahami kitab suci agama mereka. Hal seperti itu terjadi pula di Cordova dan Toledo. Menurut al Siba’i pada saat itu tidak jarang dari penduduk setempat yang beragama Nashrani lebih fasih berbahasa Arab daripada (sebagian) bangsa Arab sendiri.[16]
Berikut ini nama-nama ilmuwan beserta bidang keahlian yang berkembang di Andalusia masa dinasti Bani Umayyah :
No
Nama
Bidang Keahlian
Keterangan
1
Abu Ubaidah Muslim Ibn Ubaidah al Balansi
Astrolog , Ahli Hitung
Ahli gerakan bintang-bintang
Dikenal sebagai Shahih al Qiblat karena banyak sekali mengerjakan penetuan arah shalat.
2.
Abu al Qasim Abbas ibn Farnas
Astronomi
Kimia
Ilmi kimia, baik kimia murni maupun terapan adalah dasar bagi ilmu farmasi yang erat kaitannya dengan ilmu kedokteran.
3
Ahmad ibn Iyas al Qurthubi
Kedokteran
Hidup pada masa Khalifah Muhammad I ibn abd al rahman II Ausath
4.
Al Harrani


5.
Yahya ibn Ishaq

Hidup pada masa khalifah Badullah ibn Mundzir
6.
Abu Daud Sulaiman ibn Hassan

Hidup pada masa awal khalifah al Mu’ayyad
7
Abu al Qasim al Zahrawi
Dokter Bedah
Perintis ilmu penyakit telinga
pelopor ilmu penyakit kulit
Di Barat dikenal dengan Abulcasis. Karyanya berjudul al Tashrif li man ‘Ajaza ‘an al Ta’lif, dimana pada abad XII telah diterjemahkan oleh Gerard of Cremona dan dicetak ulang di Genoa (1497M), Basle (1541 M) dan di Oxford (1778 M) buku tersebut menjadi rujukan di universitas-universitas di Eropa.
8
Abu Marwan Abd al Malik ibn Habib
Ahli sejarah, Penyair dan ahli nahwu sharaf
salah satu bukunya berjudul al Tarikh
9
Yahya ibn Hakam
Sejarah, Penyair

10
Muhammad ibn Musa al razi
Sejarah
wafat 273/886. Menetap di Andalusia pada tahun 250/863
11
Abu Bakar Muhammad ibn Umar
Sejarah
Dikenal dengan Ibn Quthiyah , Wafat 367/977 dan Bukunya berjudul Tarikh Iftitah al Andalus
12
Uraib ibn Saad
Sejarah
 Wafat 369/979, Meringkas Tarikh al- thabari, menambahkan kepadanya tentang al Maghrib dan Andalusia, disamping memberi catatan indek terhadap buku tersebut.
13
Hayyan Ibn Khallaf ibn Hayyan
Sejarah & sastra
 Wafat 469/1076, Karyanya : al Muqtabis fi Tarikh Rija al Andalus dan al Matin.
14
Abu al Walid Abdullah ibn Muhammad ibn al faradli.
Sejarah
Penulis biografi
Lahir di Cordova tahun 351/962 dan wafat 403/1013. Salah satu karyanya berjudul Tarikh Ulama’i al Andalus

Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat pada masa Umayyah tidak terlepas dari kecintaan dan hasrat yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan, tidak hanya dikalangan penduduk akan tetapi juga terlebih di kalangan penguasa. Pada masa al Muntashir terdapat tidak kurang dari 800 buah sekolah, 70 perpustakaan pribadi disampin perpustakaan umum.[17]
b)      Kemegahan bangunan fisik
Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam sangat banyak. Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan air didirikan. Tempat-tempat yang tinggi, dengan begitu, juga mendapat jatah air.
Orang-orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat untuk konservasi (penyimpanan air). Pengaturan hidrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air (water wheel) asal Persia yang dinamakan na’urah (Spanyol: Noria). Di samping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun, dan taman-taman.[18]
 Di samping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam, Di antaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar.
Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, masjid, pemukiman, dan taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah masjid Cordova, kota Al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, istana Al-Makmun, masjid Seville, dan istana Al-Hamra di Granada.
Ø  Faktor-faktor Pendukung Kemajuan.
Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd al-Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir.
Toleransi beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga, mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di Spanyol. Untuk orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama, komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya masing-masing.
Meskipun ada persaingan yang sengit antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol, hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terdapat api yang disebut kesatuan budaya dunia Islam.[19]


2.6  Runtuhnya Dinasti Bani Umayyah Spanyol
1.      Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata.38 Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.[20]

2.      Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Kalau di tempat-tempat lain, para mukalaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke-10 M, mereka masih memberi istilah ‘ibad dan muwalladun kepada para mukalaf itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan, di samping kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu.[21]

3.      Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat “serius”, sehingga lalai membina perekonomian.[22] Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.

4.      Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk Al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, di antaranya juga disebabkan permasalahan ini.[23]

5.      Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. la selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dan Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.[24]

2.7  Pengaruh Peradaban Islam di Eropa
Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian, dan peradaban antar negara. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains di samping bangunan fisik.[25] Berawal dari gerakan Averroeisme inilah di Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M.[26]
Pengaruh peradaban Islam, termasuk di dalamnya pemikiran Ibn Rusyd, ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di universitas-universitas Islam di Spanyol, seperti universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada, dan Salamanca. Selama belajar di Spanyol, mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan Muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas pertama eropa adalah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman Pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah universitas. Di dalam universitas-universitas itu, ilmu yang mereka peroleh dari universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti, dan filsafat.
Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran Al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd.[27]
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.[28]















BAB III
ANALISIS
Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan pada periode Islam klasik. Andalusia mencapai puncak keemasannya.Banyak prestasi yang mereka peroleh bahkan pegaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks, Andalusia juga dikatakan mampu menyaingi Baghdad yang ada di timur. Banyak orang Eropa mendalami studi di Universitas-Universitas Islam disana. Ketika itu bisa dikatakan, Islam telah menjadi guru bagi orang Eropa. Selama delapan abad, Islam pernah berjaya di bumi Eropa (Andalusia) dan membangun peradaban yang gemilang. Namun peradaban yang di bangun dengan susah payah dan kerja keras kaum Muslimin itu, harus ditinggalkan dan dilepas begitu saja karena kelemahan-kelemahan yang terjadi di kalangan kaum Muslimin sendiri dan karena keberhasilan Bangsa Barat atau Eropa bangkit dari keterbelakangan. Kebangkitan yang meliputi hampir semua element peradaban, terutama di bidang politik yakni dengan dikalahkannya kerjaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya sampai kemajuan di bidang science dan teknologi.










BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Islam masuk ke Andalusia pada tahun 93 H (711 M) dibawah pimpinan Tariq bin Ziyad. Ketika Dinasti Umayah dipegang oleh Khalifah al- Walid bin Abdul Malik. Kedatangan umat Islam ke Andalusia ini membawa perubahan besar terhadap peradaban di Andalusia, baik dari segi Politik maupun Intelektual.
Pola pendidikan Islam pada masa Dinasti Umayah di Andalusia ada dua lembaga pendidikan, yaitu : yang pertama lembaga pendidikan Kuttab (lembaga pendidikan dasar) yang biasanya dilakukan dirumah-rumah dan yang kedua lembaga pendidikan tinggi (Universitas). Adapun universitas yang terbesar adalah universitas Cordova yang di bangun oleh Al-Hakam. Universitas ini sangat terkenal diantara jajaran lembaga pendidikan tinggi lainnya didunia. Universitas Coedova menandingi dua Universitas lainnya yaitu Al-Azhar di Cairo dan Nizhamiyah di Bagdhad, dan telah menarik perhatian para pelajar tidak hanya dari Spanyol ( Andalusia), tetapi juga dari Negara-negara Eropa lainnya, Afrika dan Asia.
Kemajuan Intelektual di Andalusia ini tidak terlepas dari besarnya dukungan yang diberikan oleh para penguasa pada saat itu yang dipimpin oleh khalifah Islam. Kemajuan intelektual ini telah membawa dampak yang begitu besar terhadap peradaban di spanyol (Andalusia), yang menjadikannya unggul dan terkenal di seluruh penjuru dunia pada saat itu.
Masuknya islam membawa kemajuan dalam bidang pengetahuan yaitu:
Ø  Filsafat
Ø    Sains  
Ø   Bahasa Sastra dan Musik
Ø   Sejarah dan Geografi
Ø  Fiqh
Ø  Kemajuan Pembangunan Fisik

Ada beberapa faktor penyebab kemunduran yang akhirnya membawa kehancuran islam di spanyol:
Ø  Konflik antara Islam dan kristen
Ø  Tidak adanya ideologi pemersatu
Ø  Keterpencilan
Ø  Kemerosotan Ekonomi
Ø  Sistem Peralihan Kekuasaan yang tidak Jelas

4.2  Saran
Demikianlah isi dari makalah kami, yang menurut kami  telah kami susun secara sistematis agar pembaca mudah untuk memahaminya. Berbicara mengenai sejarah, maka sejarah merupakan ilmu yang tidak akan pernah ada habisnya. Ingatlah, orang yang cerdas adalah orang yang belajar dari sejarah.
Sering kali kita lupa bahwa meskipun berkisah mengenai masa lampau, tapi sejarah begitu penting bagi perjalanan suatu bangsa. Melalui sejarah, kita belajar untuk menghargai perjuangan para pendahulu kita, belajar menghargai tetes darah dan keringat mereka untuk apa yang kita nikmati saat ini. Lewat sejarah kita juga belajar dari pengalaman masa lalu, dan menjadikannya sebagai modal berharga untuk melangkah di masa depan
Islam merupakan agama yang besar dengan perjalanan sejarah yang panjang. maka dari itu, marilah kita menggali lebih jauh lagi ilmu-ilmu yang berkaitan dengan sejarah Islamiah. Demi menguatkan keteguhan dan rasa kebanggaan hati kita terhadap agama Islam yang kita peluk ini.








DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Al-Usayri, Sejarah Islam, Jakarta: Akbar, 2004
Ahmad Salabi, Mausu’ah al Tarikh wa al Hadlarah al Islamiyah, Kairo: Al-Maktabah al Misriyah, 1982
Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Gravindo Persada, 2003.
Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004
Jurji Zaidan, Tarikh al-Tamaddun al-Islami, juz III, Kairo: Dara l-Hilal, 1993
K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1986
Lutfi abd al-Badi, al-Islam fi Isbaniya, Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1969
Masjid fakhri, Sejarah Filsafat Islam, Jakarta: Pustaka jaya, 1986
Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, Surabaya: Risalah Gusti, 1996
Mustafa as Siba’i, Kebangkitan Kebudayaan Islam, terj. Nabhan Husein, Jakarta: Media Dakwah, 1987.
Mustafa As-Siba’i, Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok, Jakarta: Gema Insani Press, 1993
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Jakarta: Penada Media, 2003.
Philip K. Hitti, History of the Arab, London: Macmillan Press, 1970
Siti Maryam, dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta: Lesfi, 2004
S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern Jakarta: P3M, 1986.
Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Ibn Rusyd, Jakarta: Bulan Bintang: 1975


[1] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam,( PT: Gravindo Persada, 2003) hal., 87
[2] Siti Maryam, dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: Lesfi, 2004), hal., 80
[3]Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004), hal., 70
[4] Jurji Zaidan, Tarikh al-Tamaddun al-Islami, juz III, (Kairo: Dara l-Hilal, tt), hlm., 200
[5] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam,( PT: Gravindo Persada, 2003) hal., 95
[6] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta: Penada Media, 2003) Hal., 119
[7] Ahmad Salabi, Mausu’ah al Tarikh wa al Hadlarah al Islamiyah, (Kairo: Al-Maktabah al Misriyah, 1982), Juz 4, hal., 59-60.
[10] Lutfi abd al-Badi, al-Islam fi Isbaniya, (Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1969), hlm., 38.
[11] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam,( PT: Gravindo Persada, 2003) hal., 101
[12] Mustafa As-Siba’i, Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok.(Jakarta: Gema Insani Press, 1993) hlm., 49
[13] Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hlm., 241
[14] Ahmad Salabi, Mausu’ah al Tarikh wa al Hadlarah al Islamiyah, (Kairo: Al-Maktabah al Misriyah, 1982), Juz 4, hal., 76
[15] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam,( PT: Gravindo Persada, 2003) hal., 103
[16] Mustafa as Siba’i, Kebangkitan Kebudayaan Islam, terj. Nabhan Husein (Jakarta : Media Dakwah, 1987), hal., 79
[17] Siti Maryam, dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: Lesfi, 2004), hal., 96
[18] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam,( PT: Gravindo Persada, 2003) hal., 104
[19] Majid fakhri, Sejarah Filsafat Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), hlm., 357
[20] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam,( PT: Gravindo Persada, 2003) hal., 107
[21] Ibid., Hal. 108
[22] Lutfi abd al-Badi, al-Islam fi Isbaniya, (Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1969), hlm., 25
[23] Ahmad Al-Usayri,  Sejarah Islam, (Jakarta: Akbar, 2004), hlm. 345
[24] Ibid., Hal. 346
[25] Philip K. Hitti, History of the Arab, hlm. 526-530
[26] S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern,  (Jakarta: P3M, 1986), hlm. 67
[27] Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Ibn Rusyd, (Jakarta: Bulan Bintan: 1975), hlm. 148-149
[28] K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), hlm. 32.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar